Sapi Bantuan Pemerintah Dijual, DPKP Kaltara Sorot Kurangnya Koordinasi

Berita, Pertanian55 Dilihat

Tarakan24jam.com, BULUNGAN –Bantuan ternak sapi dari pemerintah pusat kepada ke kelompok tani diduga terjadi penyalahgunaan. Dari 20 ekor sapi yang diberikan kepada Desa Kelubir, Kecamatan Tanjung Palas Utara, 6 ekor diantaranya dijual oleh Oknum Perangkat Desa.

Kepala Dinas Pertanian Bulungan, Kristianto, membenarkan adanya penjualan sapi bantuan tersebut. Ia menyebut bahwa terdapat alasan di balik tindakan itu. “Memang benar ada sapi yang dijual. Tapi informasinya, sapi itu dijual untuk membeli dua ekor sapi jenis limosin yang lebih produktif. Hal ini tentu masih akan kami cek langsung ke lapangan,” ujar Kristianto dalam wawancaranya tim liputan, Sabtu (14/6/2025).

Selain itu, Kadies Ketua Gapoktan Desa Kelubir memberikan informasi bahwa sapi bantuan tersebut berasal dari program pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kaltara itu, seharusnya dipelihara dan dikembangbiakkan oleh kelompok tani. Namun, nyatanya, sapi-sapi tersebut justru dijual oleh Kepala Desa tersebut. “Sapi bantuan sebanyak 6 ekor dijual oleh Pak Kades. Harganya per ekor antara Rp14 juta hingga Rp15 juta,” ujar Kadies

Ia menjelaskan, bantuan sapi diberikan pada tahun 2024, setelah adanya kunjungan Bupati Bulungan dan Kepala DPKP Kaltara, Heri Rudiyono, dalam kegiatan panen jagung di desanya. Karena tidak memiliki ternak, limbah jagung selama ini tidak dimanfaatkan, yang kemudian mendorong pemerintah untuk memberikan bantuan sapi.

Karena tidak ada kandang yang memadai di desa, sapi bantuan kemudian dititipkan sementara di kandang milik PT.PKN, perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut. Namun dalam perjalanannya, terjadi penggantian enam ekor sapi Bali dengan dua ekor sapi jenis limousin.

Ia juga menuturkan bahwa saat dinas menanyakan keberadaan sapi-sapi tersebut dalam rapat pembentukan koperasi, Kepala Desa menyampaikan bahwa sapi telah diganti dengan sapi Limousin. “Enam ekor sapi Bali sudah dijual dan diganti dengan dua ekor sapi limousin, satu lagi masih dicari,” jelas Kadies.

Masalah ini mencuat ke publik setelah Kadies didatangi oleh aparat kepolisian yang menanyakan keberadaan sapi bantuan. Karena tidak dapat memberikan keterangan memuaskan, ia sempat dibawa ke Polsek Tanjung Palas Utara untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Kadies kemudian melaporkan dugaan penjualan tersebut ke pihak kepolisian. “Saya tidak ingin dituduh korupsi. Saya sudah laporkan ke polsek bahwa sapi itu dijual oleh Pak Kades,” tegasnya.

Terkait kasus ini, Kapolsek Tanjung Palas Utara, AKP Marsono, membenarkan bahwa pihaknya tengah melakukan penyelidikan. “Masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya singkat.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan, Kristiyanto, dalam klarifikasinya menyampaikan bahwa memang telah terjadi penjualan enam ekor sapi bantuan. Namun, berdasarkan informasi yang diterimanya, sapi tersebut dijual oleh Kepala Desa untuk digantikan dengan sapi yang dinilai lebih berkualitas.

“Memang dari pihak desa, khususnya Kepala Desa, mengaku telah menjual enam ekor sapi Bali dan membeli dua ekor sapi Limousin. Namun kami akui, proses ini kurang transparan. Kami mendorong agar kedepan pengelolaan bantuan semacam ini dilakukan dengan lebih terbuka dan sesuai prosedur,” ungkap Kristiyanto.

Senada dengan Kristianto, Kepala Bidang Peternakan DPKP Kaltara, Surianto Samuel Taro, juga membenarkan adanya penjualan sapi. Namun ia menyebut bahwa hal itu dilakukan dengan niat mengganti sapi yang dinilai kurang produktif.

“Dari laporan yang kami terima, sapi-sapi yang dibagikan ke Gapoktan ternyata tidak produktif. Karena itu mereka mengganti dengan membeli sapi jenis limosin dan sapi bali yang kualitasnya lebih baik,” ujar Surianto.

Ia menambahkan, dari total 20 ekor sapi bantuan, dua di antaranya mati dan 18 ekor tersisa. Namun sapi-sapi yang masih ada tidak berkembang biak sebagaimana harapan, sehingga mendorong kepala desa untuk mengambil inisiatif tersebut.

“Masalah lainnya, Gapoktan tidak aktif melaporkan perkembangan ternak kepada pemerintah. Padahal itu kewajiban sebagai penerima bantuan,” kata dia.

Surianto juga menambahkan bahwa koordinasi antar pemangku kepentingan dalam program ini masih lemah. Menurutnya, seharusnya pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi melakukan pelaporan rutin dan pemantauan bersama, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau celah penyalahgunaan. “Kasus ini menjadi pembelajaran penting. Kedepan, kami akan menyusun mekanisme dan nota kesepahaman (MoU) agar bantuan seperti ini bisa dikelola lebih baik dan tidak menimbulkan polemik,” pungkas Surianto.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Desa Kelubir terkait tuduhan yang disampaikan oleh pelapor maupun perkembangan proses penyelidikan oleh kepolisian. Pemerintah provinsi dan kabupaten menyatakan akan terus memfasilitasi penyelesaian kasus ini secara terbuka dan akuntabel.

 

banner 336x280

banner 336x280

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *